Selalu
saja kisah cinta menjadi kisah yang menarik bagi semua orang. Setiap film
bioskop yang di produksi cerita cinta tidak pernah ketinggalan untuk memberi
bumbu agar cerita semakin menarik. Yah.. bulan desember ini perfilman Indonesia
ramai lagi dengan hadirnya 4 film sekaligus, ada Soekarno, 99 Cahaya di Langit
Eropa, Edensor, dan Tenggelamnya Kapal Van Der Wijck. Dari keempat film ini
saya hanya sempat menonton film Tenggelamnya Kapal Van Der Wijk yang sering
disingkat menjadi TKVDW yang merupakan sebuah film yang diangkat dari novel
yang ditulis Buya Hamka dengan judul yang sama. Dalam tulisan ini saya mencoba
untuk mengambil hikmah dari TKVDW. Mungkin hikmah yang saya ambil berbeda
dengan para pembaca, tapi tak apalah ini memang dari sudut pandang saya
sendiri. Selamat membaca! :)
Film
ini berkisah tentang percintaan antara Zainuddin dan Hayati. Zainuddin
merupakan perantau dari Makassar ke Minang, walaupun sebenarnya ayah Zainuddin
adalah orang Minang, namun Zainuddin lebih lama tinggal di Makassar. Cinta
anatara keduanya menuai masalah ketika hubungan dekat mereka dianggap
meresahkan masyarakat, sampai akhirnya terusirlah Zainuddin dari tanah Minang. Sebelum
kepergian Zainuddin, mereka sempat bertemu dan berjanji untuk saling menjaga diri
sampai mereka dipertemukan kembali dan menjalin cinta dalam ikatan yang suci,
pernikahan. Kesempatan bertemu kembali dengan Zainuddin terbuka bagi Hayati
setelah diberi izin untuk pergi ke Padang Panjang selama sepuluh hari. Namun,
ketika bertemu Zainuddin di tempat dia berpindah, Hayati juga bertemu dengan
Aziz yang merupakan anak orang kaya pegawai perusahaan Belanda. Kecantikan dan
keanggunan sikap Hayati membuat orang tua Aziz memaksanya untuk menikahi
Hayati, akhirnya Aziz pun menerima permintaan itu. Kemudian Aziz mengirimkan
surat untuk melamar Hayati kepada keluarga Hayati, disaat yang bersamaan
Zainuddin pun mengirim surat yang sama. Akhirnya keluarga Hayati bermusyawarah
dan memutuskan untuk menerima lamaran Aziz dan menolak lamaran Zainuddin. Hayati
dengan berat hati menerima keputusan tersebut untuk membahagiakan keluarganya.
Mendengar berita itu, Zainuddin mencoba meyakinkan bahwa Hayati salah pilih
karena Aziz adalah seorang pemabuk dan penjudi. Namun, penjelasan itu tak
membuat keputusan berubah dan pernikahan tetap berlangsung. Zainuddin pun
sakit, lebih tepatnya jiwanya yang sakit, dia selalu mengenang janji Hayati
sebelum terusirnya Zainuddin. Tak lama, Zainuddin kemudian bangkit dan mengasah
bakat menulisnya. Berawal dari menulis di surat kabar, Zainuddin menjadi
penulis hikayat tersohor dan kaya raya dengan karyanya yang berjudul “Teroesir”
yang sebetulnya kisah perjalanan cintanya bersama Hayati. Beberapa tahun
kemudian, mereka bertemu lagi dalam sebuah acara Opera Teroesir yang diangkat
dari hikayat Teroesir karya Zainuddin. Sebelum pertemuan di acara opera, Hayati
sudah membaca buku hikayat Teroesir pemberian temannya, namun ketika itu Hayati
belum mengetahui penulisnya adalah Zainuddin karena dalam buku itu hanya
tercantum nama penulis dengan inisial “Z”. Pertemuan mereka dalam Opera
Teroesir terjadi di Surabaya setelah Aziz suaminya dipindah tugaskan karena kenaikan
pangkat untuk menjadi pimpinan wilayah perusahaan Belanda di Surabaya. Namun,
karena kebiasaan buruknya, aziz dipecatnya dari perusahaan dan disitanya
seluruh harta Aziz karena hutang yang menumpuk. Mereka akhirnya menumpang di
rumah megah Zainuddin atas permintaan Aziz dan kebaikan Zainuddin. Aziz meminta
izin untuk menitipkan Hayati di rumah tersebut karena Aziz akan pergi mencari
pekerjaan ke luar kota. Namun, bukan mencari pekerjaan tetapi Aziz kemudian mengirim
surat untuk menceraikan Hayati, tak lama kemudian akhirnya Aziz bunuh diri.
Pergolakan mulai lagi terjadi, ketika Hayati tahu bahwa Zainuddin masih
memendam rasa cinta terhadapnya setelah Hayati melihat foto/lukisan besar
dirinya di kamar kerja Zainuddin dimana tak seorang pun diizinkan memasuki
ruangan itu. Hayati meminta kepada Zainuddin agar kisah cinta mereka dapat
berlanjut karena Hayati juga masih mencintai Zainuddin. Namun, Zainuddin
menolak dan meminta Hayati kembali ke kampung halaman. Dibelinya tiket kapal
van der wijk yang akhirnya di sana Hayati ikut tenggelam. Di saat kapal sudah
berangkat berubahlah keputusan Zainuddin yang berharap Hayati tetap tinggal
bersamanya, namun itu sudah terlambat ketika Zainuddin membaca surat kabar yang
memberitakan tenggelamnya Kapal Van Der
Wijck.
Jadilah kisah cintanya menjadi kisah menyakitkan bagi kehidupan Zainuddin.
Begitulah
kira-kira isi dari film TKVDW. Lalu apakah hikmah yang bisa kita ambil? Awalnya
saya bingung hikmah apa yang bisa saya ambil, apakah itu kisah cinta sejati?
Haruskah begitu sikap kita terhadap cinta?
Coba kita ingat kisah antara Nasr
bin Hajjaj di masa Umar bin Khattab?
Nasr
adalah pemuda paling ganteng di Madinah, dia juga pemuda yang kalem dan shaleh.
Secara diam-diam perempuan di Madinah mengidolakannya. Sampai suatu saat Umar
mendengar ada seorang perempuan yang menyebut-nyebut nama Nasr dalam bait-bait
puisi yang dibacanya pada malam hari. Umar kemudian mencari Nasr, dan begitu
melihatnya Umar pun terpana dan mengatakan bahwa ketampanannya telah
menimbulkan fitnah bagi gadis-gadis Madinah. Akhirnya, Umar pun mengirimnya ke
Basra. Disana dia bermukim bersama sebuah keluarga yang bahagia. Celakanya Nasr
jatuh cinta kepada istri tuan rumah, wanita itu pun membalas cintanya. Suatu saat mereka duduk bertiga bersama sang
suami. Nasr menulis sesuatu dengan tangannya di atastanah yang lalu dijawab oleh
seorang istri. Karena buta huruf, suami yang sudah curiga itu pun memanggil sahabatnya
untuk membaca tulisan itu. Hasilnya: aku cinta padamu! Nasr tentu saja malu kerena
ketahuan. Akhirnya ia meninggalkan keluarga itu dan hidups endiri. Tapi cintanya tak hilang. Dia menderita karenanya.
Sampai ia jatuh sakit dan badannya kurus kering. Suami perempuan itu pun
kasihan dan menyuruh istrinya untuk mengobati Nasr. Betapa gembiranya Nasr
ketika perempuan itu datang. Tapi cinta tak mungkin tersambung kepelaminan. Mereka
tidak melakukan dosa, memang. Tapi mereka
menderita. Dan Nasr meninggal setelah itu.
Malang
sekali nasib Nasr, menderita karena kisah cintanya. Begitu dalam penderitaan
Nasr hingga membuatnya sakit. Mungkin sakit fisik lebih mudah untuk diobati
tetapi jika yang sakit adalah jiwa itu lebih sulit untuk diobati dan kalaupun
bisa masa penyembuhannya yang lama. Menurut saya kisah Nasr persis sama dengan
kisah Zainuddin dalam TKVDW, mereka berdua sama-sama mengalami derita jiwa yang
luar biasa karena cinta.
“Lupakan! Lupakan cinta jiwa
yang tak sampai ke pelaminan, begitu kata Anis Matta”
Karena
Islam sangat memahami fitrah manusia, itulah sebabnya Islam memudahkan dalam
menuju pernikahan. Saya teringat lagi dialog Zainuddin ketika akan berpisah
dengan Hayati, dia mengatakan “Cinta adalah kekuatan, yang menimbulkan
pengharapan .... blablabla...”, sayangnya dia tidak mengakhiri kalimatnya namun
masih menyisakan tanda koma, kemudian dia melanjutkan “Dan kamu Hayati, kamu
adalah kekuatanku, kamu adalah pengharapanku, kamu bisa menimbulkan kekuatan
dan pengharapan itu, namun kamu juga bisa menghilangkan sama sekali tak berbekas
kekuatan dan harapan”. Nah, kalimat yang dipegang teguh sebagai keyakinan
Zainuddin itulah yang menjadi masa kelam atau penderitaan panjang Zainuddin.
So, begitukah seharusnya kita bersikap? Sebetulnya ada yang lebih tinggi dari
CINTA yaitu IKHLAS. Mungkin kisah Ali bin Abi Thalib menjadi contoh yang cukup
tepat. Ketika itu Ali menaruh kekaguman terhadap sosok Fathimah putri
Rasulullah. Ali yang tidak PeDe menahan niatnya untuk melamar Fathimah. Sahabat
Ali pun mendorongnya agar berani melamar Fathimah. Namun, sebelum niat itu
ditunaikan, terdengarlah kabar bahwa Abu Bakar datang melamar Fathimah. Ali
ikhlas, karena dia tahu bahwa Abu Bakar adalah sahabat yang selalu pertama kali
membenarkan perkataan Rasulullah, Abu Bakar juga seorang yang kaya raya yang
tak segan menginfaqkan seluruh hartanya di jalan Allah. Berita gembira untuk
Ali, karena lamaran Abu Bakar ditolak. Tak lama kemudian, datanglah Umar Bin
Kathab untuk melamar Fathimah. Ali Ikhlas, jika memang Umar akan menjadi suami
Fathimah karena Umar adalah seorang pembela Islam yang pemberani. Berita
gembira kembali terdengar, lamaran Umar di tolak. Akhirnya Ali memberanikan
diri untuk melamar Fathimah, kemudian Ali mendapat jawaban “Ahlan wa Sahlan”,
tanda bahwa lamarannya diterima. Begitulah sedikit kisah Ali, kekuatan
mempertahankan cintanya tidak membabi buta sehingga tidak
membuatnya lemah.
“Karena Cinta adalah kekuatan yang menimbulkan pengharapan besar,
tentang karya-karya yang akan kita buat di masa depan. Perihal mengenai partner
dalam berkarya, Allah SWT telah memudahkan kita dalam mencapainya. Semata-mata
untuk menguatkan bukan untuk melemahkan”
Pagi hari Pk.09.19 di kamar kos hikari
Bogor, 31 Desember 2013