Riki Cahyo Edy

Riki Cahyo Edy

26 Desember dan IPB

25/12/12

Bulan Desember dalam hitungan masehi merupakan bulan penutup atau terakhir tapi tidak untuk kehidupanku. Di bulan ini saya dilahirkan oleh seorang ibunda yang sungguh luar biasa dan dari seorang ayah yang keras lagi penyayang. Tepat 5 hari sebelum tutup tahun, di hari kamis dini hari saya dilahirkan. Kelahiranku pertanda jihad seorang ibu yang mempertaruhkan nyawanya demi seorang anak yang dikandungnya. Padahal sang ibu pun tidak tahu apakah anak ini akan menjadi anak yang sholeh yang akan mendoakannya kelak? anak yang berguna bagi bangsa dan negara, serta agama? Ibu tidak tahu. Beliau hanya tahu ada harapan besar terhadap anak ketiganya ini.

Bertahun-tahun hidup hanya menjalani rutinitas baik dalam hal akademik maupun non akademik, belajar dan bermain, di sekolah maupun di rumah, berbuat baik maupun berbuat kenakalan. Sampai waktu terus menuntun kemana saya pergi dan berada, dengan kondisi bagaimana, dan dengan siapa. Satu hal yang sangat saya syukuri adalah kepekaan. Dengan kepekaan itu merupakan modal dari proses pembelajaran.

Tak terasa umur sudah berjalan 21 tahun. Ada cerita baru bahwa selama lebih dari 2 tahun saya sudah hidup di luar kampung halaman karena saya memilih untuk sekolah di IPB. Selama 2 tahun lebih pula saya banyak melakukan hal-hal yang tidak pernah saya lakukan sebelumnya, bahkan rasanya jaman dulu tidak pernah ada orang yang membanyangkan saya melakukan banyak hal seperti ini termasuk diri saya. Tapi Takdir memang berhendak lain. IPB memang berbeda. Allah lebih tahu apa yang terbaik untuk diri saya. Semoga, jikalau masih banyak waktu yang diberikan, saya masih ingin melakukan banyak hal. Amin :)

Salah Nulis Tanggal

15/12/12



Tidak ada yang terjadi secara kebetulan.

Tiba-tiba dalam suatu perjalanan ke negeri seberang teringat tentang cita-cita satu tahun yang lalu. Saat itu bulan desember saya dan teman-teman mencoba menulis suatu paper. Namun, karena kesibukan dan mepetnya deadline akhirnya kami tidak mampu menyelesaikannya. Cita-cita itu masih ada dan sempat juga saya ceritakan kepada salah satu teman yang berhasil berangkat. Saya katakan, "Insyaallah saya tahun depan, doakan ya, jgn lupa oleh-oleh". Seiring waktu mimpi itu saya lupakan dan memang terlupakan. Namun, tahun ini ketika di dalam kereta menuju negara tetangga, tiba-tiba ingatan itu kembali muncul. Subhanaallah. Tidak ada yang terjadi secara kebetulan.

Sebelumnya lagi. Sebelum keberangkatan. Sejujurnya saya sedikit kecewa karena tidak bisa berangkat bersama teman-teman yang lain. Sebabnya adalah saya telat membeli tiket sehingga jadwal keberangkatannya mundur satu hari. Benar-benar kecewa. Namun, malam hari sebelum berangkat, tak sengaja lagi saya melihat jadwal aktifitas saya di time organizer. Disana tertulis, "Insyaallah kamis berangkat", yang artinya hari kamis memang lebih lama satu hari dari keberangkatan temen-temen di hari rabu. Melihat tulisan itu saya akhirnya ingin tertawa saja :D .

Tidak ada yang terjadi secara kebetulan..
Mimpi dan cita-cita adalah awal pijakan kita,..
Doa adalah penguat keyakinan kita..
Tindakan adalah bukti keseriusan kita..