Riki Cahyo Edy

Riki Cahyo Edy

Van Der Wijck

31/12/13




Selalu saja kisah cinta menjadi kisah yang menarik bagi semua orang. Setiap film bioskop yang di produksi cerita cinta tidak pernah ketinggalan untuk memberi bumbu agar cerita semakin menarik. Yah.. bulan desember ini perfilman Indonesia ramai lagi dengan hadirnya 4 film sekaligus, ada Soekarno, 99 Cahaya di Langit Eropa, Edensor, dan Tenggelamnya Kapal Van Der Wijck. Dari keempat film ini saya hanya sempat menonton film Tenggelamnya Kapal Van Der Wijk yang sering disingkat menjadi TKVDW yang merupakan sebuah film yang diangkat dari novel yang ditulis Buya Hamka dengan judul yang sama. Dalam tulisan ini saya mencoba untuk mengambil hikmah dari TKVDW. Mungkin hikmah yang saya ambil berbeda dengan para pembaca, tapi tak apalah ini memang dari sudut pandang saya sendiri. Selamat membaca! :)

Film ini berkisah tentang percintaan antara Zainuddin dan Hayati. Zainuddin merupakan perantau dari Makassar ke Minang, walaupun sebenarnya ayah Zainuddin adalah orang Minang, namun Zainuddin lebih lama tinggal di Makassar. Cinta anatara keduanya menuai masalah ketika hubungan dekat mereka dianggap meresahkan masyarakat, sampai akhirnya terusirlah Zainuddin dari tanah Minang. Sebelum kepergian Zainuddin, mereka sempat bertemu dan berjanji untuk saling menjaga diri sampai mereka dipertemukan kembali dan menjalin cinta dalam ikatan yang suci, pernikahan. Kesempatan bertemu kembali dengan Zainuddin terbuka bagi Hayati setelah diberi izin untuk pergi ke Padang Panjang selama sepuluh hari. Namun, ketika bertemu Zainuddin di tempat dia berpindah, Hayati juga bertemu dengan Aziz yang merupakan anak orang kaya pegawai perusahaan Belanda. Kecantikan dan keanggunan sikap Hayati membuat orang tua Aziz memaksanya untuk menikahi Hayati, akhirnya Aziz pun menerima permintaan itu. Kemudian Aziz mengirimkan surat untuk melamar Hayati kepada keluarga Hayati, disaat yang bersamaan Zainuddin pun mengirim surat yang sama. Akhirnya keluarga Hayati bermusyawarah dan memutuskan untuk menerima lamaran Aziz dan menolak lamaran Zainuddin. Hayati dengan berat hati menerima keputusan tersebut untuk membahagiakan keluarganya. Mendengar berita itu, Zainuddin mencoba meyakinkan bahwa Hayati salah pilih karena Aziz adalah seorang pemabuk dan penjudi. Namun, penjelasan itu tak membuat keputusan berubah dan pernikahan tetap berlangsung. Zainuddin pun sakit, lebih tepatnya jiwanya yang sakit, dia selalu mengenang janji Hayati sebelum terusirnya Zainuddin. Tak lama, Zainuddin kemudian bangkit dan mengasah bakat menulisnya. Berawal dari menulis di surat kabar, Zainuddin menjadi penulis hikayat tersohor dan kaya raya dengan karyanya yang berjudul “Teroesir” yang sebetulnya kisah perjalanan cintanya bersama Hayati. Beberapa tahun kemudian, mereka bertemu lagi dalam sebuah acara Opera Teroesir yang diangkat dari hikayat Teroesir karya Zainuddin. Sebelum pertemuan di acara opera, Hayati sudah membaca buku hikayat Teroesir pemberian temannya, namun ketika itu Hayati belum mengetahui penulisnya adalah Zainuddin karena dalam buku itu hanya tercantum nama penulis dengan inisial “Z”. Pertemuan mereka dalam Opera Teroesir terjadi di Surabaya setelah Aziz suaminya dipindah tugaskan karena kenaikan pangkat untuk menjadi pimpinan wilayah perusahaan Belanda di Surabaya. Namun, karena kebiasaan buruknya, aziz dipecatnya dari perusahaan dan disitanya seluruh harta Aziz karena hutang yang menumpuk. Mereka akhirnya menumpang di rumah megah Zainuddin atas permintaan Aziz dan kebaikan Zainuddin. Aziz meminta izin untuk menitipkan Hayati di rumah tersebut karena Aziz akan pergi mencari pekerjaan ke luar kota. Namun, bukan mencari pekerjaan tetapi Aziz kemudian mengirim surat untuk menceraikan Hayati, tak lama kemudian akhirnya Aziz bunuh diri. Pergolakan mulai lagi terjadi, ketika Hayati tahu bahwa Zainuddin masih memendam rasa cinta terhadapnya setelah Hayati melihat foto/lukisan besar dirinya di kamar kerja Zainuddin dimana tak seorang pun diizinkan memasuki ruangan itu. Hayati meminta kepada Zainuddin agar kisah cinta mereka dapat berlanjut karena Hayati juga masih mencintai Zainuddin. Namun, Zainuddin menolak dan meminta Hayati kembali ke kampung halaman. Dibelinya tiket kapal van der wijk yang akhirnya di sana Hayati ikut tenggelam. Di saat kapal sudah berangkat berubahlah keputusan Zainuddin yang berharap Hayati tetap tinggal bersamanya, namun itu sudah terlambat ketika Zainuddin membaca surat kabar yang memberitakan tenggelamnya Kapal Van  Der Wijck. Jadilah kisah cintanya menjadi kisah menyakitkan bagi kehidupan Zainuddin.

Begitulah kira-kira isi dari film TKVDW. Lalu apakah hikmah yang bisa kita ambil? Awalnya saya bingung hikmah apa yang bisa saya ambil, apakah itu kisah cinta sejati? Haruskah begitu sikap kita terhadap cinta?

Coba kita ingat kisah antara Nasr bin Hajjaj di masa Umar bin Khattab?
Nasr adalah pemuda paling ganteng di Madinah, dia juga pemuda yang kalem dan shaleh. Secara diam-diam perempuan di Madinah mengidolakannya. Sampai suatu saat Umar mendengar ada seorang perempuan yang menyebut-nyebut nama Nasr dalam bait-bait puisi yang dibacanya pada malam hari. Umar kemudian mencari Nasr, dan begitu melihatnya Umar pun terpana dan mengatakan bahwa ketampanannya telah menimbulkan fitnah bagi gadis-gadis Madinah. Akhirnya, Umar pun mengirimnya ke Basra. Disana dia bermukim bersama sebuah keluarga yang bahagia. Celakanya Nasr jatuh cinta kepada istri tuan rumah, wanita itu pun membalas cintanya. Suatu saat mereka duduk bertiga bersama sang suami. Nasr menulis sesuatu dengan tangannya di atastanah yang lalu dijawab oleh seorang istri. Karena buta huruf, suami yang sudah curiga itu pun memanggil sahabatnya untuk membaca tulisan itu. Hasilnya: aku cinta padamu! Nasr tentu saja malu kerena ketahuan. Akhirnya ia meninggalkan keluarga itu dan hidups endiri.  Tapi cintanya tak hilang. Dia menderita karenanya. Sampai ia jatuh sakit dan badannya kurus kering. Suami perempuan itu pun kasihan dan menyuruh istrinya untuk mengobati Nasr. Betapa gembiranya Nasr ketika perempuan itu datang. Tapi cinta tak mungkin tersambung kepelaminan. Mereka tidak melakukan dosa,  memang. Tapi mereka menderita. Dan Nasr meninggal setelah itu.

Malang sekali nasib Nasr, menderita karena kisah cintanya. Begitu dalam penderitaan Nasr hingga membuatnya sakit. Mungkin sakit fisik lebih mudah untuk diobati tetapi jika yang sakit adalah jiwa itu lebih sulit untuk diobati dan kalaupun bisa masa penyembuhannya yang lama. Menurut saya kisah Nasr persis sama dengan kisah Zainuddin dalam TKVDW, mereka berdua sama-sama mengalami derita jiwa yang luar biasa karena cinta. 

“Lupakan! Lupakan cinta jiwa yang tak sampai ke pelaminan, begitu kata Anis Matta”

Karena Islam sangat memahami fitrah manusia, itulah sebabnya Islam memudahkan dalam menuju pernikahan. Saya teringat lagi dialog Zainuddin ketika akan berpisah dengan Hayati, dia mengatakan “Cinta adalah kekuatan, yang menimbulkan pengharapan .... blablabla...”, sayangnya dia tidak mengakhiri kalimatnya namun masih menyisakan tanda koma, kemudian dia melanjutkan “Dan kamu Hayati, kamu adalah kekuatanku, kamu adalah pengharapanku, kamu bisa menimbulkan kekuatan dan pengharapan itu, namun kamu juga bisa menghilangkan sama sekali tak berbekas kekuatan dan harapan”. Nah, kalimat yang dipegang teguh sebagai keyakinan Zainuddin itulah yang menjadi masa kelam atau penderitaan panjang Zainuddin. So, begitukah seharusnya kita bersikap? Sebetulnya ada yang lebih tinggi dari CINTA yaitu IKHLAS. Mungkin kisah Ali bin Abi Thalib menjadi contoh yang cukup tepat. Ketika itu Ali menaruh kekaguman terhadap sosok Fathimah putri Rasulullah. Ali yang tidak PeDe menahan niatnya untuk melamar Fathimah. Sahabat Ali pun mendorongnya agar berani melamar Fathimah. Namun, sebelum niat itu ditunaikan, terdengarlah kabar bahwa Abu Bakar datang melamar Fathimah. Ali ikhlas, karena dia tahu bahwa Abu Bakar adalah sahabat yang selalu pertama kali membenarkan perkataan Rasulullah, Abu Bakar juga seorang yang kaya raya yang tak segan menginfaqkan seluruh hartanya di jalan Allah. Berita gembira untuk Ali, karena lamaran Abu Bakar ditolak. Tak lama kemudian, datanglah Umar Bin Kathab untuk melamar Fathimah. Ali Ikhlas, jika memang Umar akan menjadi suami Fathimah karena Umar adalah seorang pembela Islam yang pemberani. Berita gembira kembali terdengar, lamaran Umar di tolak. Akhirnya Ali memberanikan diri untuk melamar Fathimah, kemudian Ali mendapat jawaban “Ahlan wa Sahlan”, tanda bahwa lamarannya diterima. Begitulah sedikit kisah Ali, kekuatan mempertahankan cintanya tidak membabi buta sehingga tidak membuatnya lemah.

“Karena Cinta adalah kekuatan yang menimbulkan pengharapan besar, tentang karya-karya yang akan kita buat di masa depan. Perihal mengenai partner dalam berkarya, Allah SWT telah memudahkan kita dalam mencapainya. Semata-mata untuk menguatkan bukan untuk melemahkan”

Pagi hari Pk.09.19 di kamar kos hikari
Bogor, 31 Desember 2013