Riki Cahyo Edy

Riki Cahyo Edy

Kantin: Tips Menjadi Pengusaha

09/12/14



Bismillahirahmanirrahim..

Assalamualaikum Wr Wb.

Pekan kemarin Kajian Rutin (KANTIN) di Masjid Al-Huriyyah IPB membahas tentang “tips menjadi pengusaha sukses berdasarkan Kitab Riyadhussalihin” yang di isi oleh ustadz Khalifaf, seorang dosen muda dari program studi ekonomi syariah IPB.
Ustadz Khalifah mengambil sosok pengusaha yang tidak asing lagi dalam siroh sabahat yaitu Abdurrahman Bin Auf. Sosok yang menjadi idola bagi pengusaha-pengusaha muslim karena kesuksesannya dalam berbisnis dan tentu tentang kedermawaannya. Abdurrahaman bin Auf pernah disebutkan oleh Rasulullah dalam suatu hadist bahwa beliau adalah satu satu sahabat yang dijamin masuk surga bersama sembilan orang sahabat lainnya. Sosok fisik beliau adalah berperawakan tinggi, berwajah putih bersih, cara bicara beliau cadel karena gigi seri dan atas tanggal, kemudian ciri yang paling terlihat adalah cara berjalan beliau yang terpincang-pincang karena terdapat dua puluh bekas luka saat perang uhud.
Kesempatan kali ini hanya ingin sharing isi kajian tersebut dan sedikit memberikan tambahan terkait akad-akad perniagaan yang dibenarkan secara syariah, serta memberikan sedikit menceritakan kondisi kekinian terkait operasional bank syariah. Setidaknya ada tiga tips menjadi pengusaha yang disebutkan oleh usatadz Khalifah : 1) modal keyakinan; 2) modal pengorbanan; 3) tips memperoleh modal (uang).

1.       Modal Keyakinan
Kelebihan dalam aktivitas bisnis yang selalu sukses, sampai membuat beliau heran dan berkata “Sungguh bila aku mengangkat sebuah batu maka dibaliknya akan aku temukan emas dan perak”. Kisah yang sangat terkenalnya dari sosok Abdurrahman bin Auf adalah ketika Rasul dan para sahabat berhijrah ke Madinah, kemudian Rasulullah mempersaudarakan penduduk muhajirin (Mekah) dan penduduk Anshar (Madinah). Pada saat itu Rasulullah mempersaudarakan Abdurrahman bi Auf dengan  Sa’ad bin al-Rabi. Tanpa pikir panjang, Sa’ad kemudian menawarkan separuh hartanya untuk Abdurrahman bin Auf. Namun, beliau menolak semua tawaran dan memilih untuk ditunjukkan letak pasar di Madinah dengan kata lain beliau akan datang ke pasar dan memulai perniagaan dengan modal nol, tanpa modal materi apapun. Apabila hal itu yang terjadi pada kita mungkin yang kita pikirkan bukankah lebih enak apabila kita menerima tawaran Sa’ad? Yaitu datang ke pasar dengan membawa modal tentunya akan lebih mudah bagi kita untuk sukses.
Akan tetapi selalu ada hikmah dari setiap peristiwa yang terjadi. Tentu kita sangat bersyukur, ada kisah tauladan yang ditunjukkan oleh Abdurrahman bin Auf. Terbukti dengan tanpa modal pada akhirnya pun beliau tetap bisa menjadi orang yang sukses. Sejarah mencatat 32 tahun setelah peristiwa tersebut (32 H), beliau meninggal sebagai konglomerat terkaya di negeri Islam saat itu. Warisan yang ditinggalkan pada setiap istrinya adalah 80.000 Dinar, sedangkan beliau memiliki empat orang istri dan sejumlah anak. Bila seorang suami meninggal maka warisan seorang istri hanya 1/8 dari harta yang ditinggalkan.
Apabila istri beliau ada empat maka untuk masing-masing istri adalah 1/8 x 1/4 atau 1/32 bagian. Oleh karena itu, dapat diketahui bahwa harta  Abdurrahman bi Auf yang ditinggalkan pada saat itu sebesar 80.000 x 32 atau 2.560.000 Dinar atau sekitar Rp 4.6 T lebih untuk nilai Dinar saat ini dimana 1 Dinar bernilai lebih dari Rp 1.800.000. Modal keyakinan bahwa sembilan dari sepuluh rezeki adalah dari jalur perniagaan, serta jaminan rezeki bagi setiap makhluk-Nya.

2.       Modal Pengorbanan
Apabila ingin menjadi pengusaha tentu kita harus mau berkorban, meninggalkan zona nyaman kita. Salah satunya adalah mengurangi pos anggaran yang bersifat konsumtif untuk dipindahkan ke pos saving atau yang lebih produktif yaitu pos investasi. Selain cerita di atas membuktikan bahwa modal bukanlah segalanya, juga menunjukkan sisi pengorbanan dari Abdurrahman bi Auf dalam berwirausaha.
Tips yang lebih teknis pernah saya tuliskan dalam blog ini tentang “Aset dan Liabilitas”, tujuannya untuk peningkatan literasi finansial. Tulisan tersebut terinspirasi dari buku “Rich Dad, Poor Dad” karya Robert T. Kiyosaki. Selengkapnya bisa di baca di sini http://rikicahyo.blogspot.com/2013/08/aset-dan-liabilitas.html. Penting bagi kita mengetahui jenis pengeluaran yang akan kita gunakan, apakah tersebut termasuk dalam penambahan sisi aset ataukah liabilitas.

3. Cara Memperoleh Modal
                Modal uang/materi yang kita gunakan tentunya akan berpengaruh terhadap kesuksesan kita. Bai setiap muslim tentunya ukuran dari kesuksesan bukan hanya duniawi semata tetapi juga kesuksesan akhirat. Cara memperoleh kesuksesan akhirat tentunya dengan mendapatkan keberkahan dari setiap usaha kita. Allah SWT memperingatkan kepada kita agar menjauhi Riba. Arti dari Riba adalah tambahan yang diperoleh secara batil. Semua ulama telah sepakat bahwa dalam Islam Riba merupakan yang dilarang dalam setiapa aktivitas ekonomi umat Islam. Oleh karena itu, Islam memberika solusi dengan berbagai skema pembiayaan yang kini telah banyak terdapat dalam bank syariah. Terdapat beberapa skema yang umum dipake dalam bank syariah yaitu murabahah, mudharabah, musyarakah, dan qardhul hasan.

a.  Qardhul Hasan
Akad Qardhul Hasan dalam praktik perbankan syariah lebih dikenal sebagi  produk untuk menyumbang usaha yang sangat kecil atau untuk membantu sektor sosial.  Al-qard artinya pemberian harta kepada orang yang dapat ditagih kembali tanpan mengharap imbalan. Akad Qardhul Hasan ini artinya apabila si A meminjamkan uang ke pada si B sebesar X maka si B mengembalikan pinjaman tersebut sebesar X, si A tidak boleh meminta tambahan kecuali si B dengan inisiatifnya memberikan tambahan sendiri.

b.      Musyarakah dan Mudharabah
Akad musyarakah dan mudharabah adalah akad bagi hasil (profit sharing) antara investor dan pelaku usaha. Perbedaan antara mudharabah dan musyarakah adalah pada akad mudharabah seluruh kebutuhan modal akan dibiayai 100% oleh investor, sedangkan pelaku usaha berkontribusi sepenuhnya dalam manajemen, waktu, tenaga, dan pikiran. Berbeda dengan akad mudharabah, akad musyarakah modal dibagi antara investor dan pelaku usaha yang jumlahnya bisa lebih dari dua orang yang berkontribusi dalam permodalan dan besarnya sesuai dengan kesepakatan. Pada dasarnya besarnya bagi hasil adalah sesuai dengan kesepakatan, namun pada umumnya dalam akad mudharabah bagi hasilnya adalah 20% untuk investor dan 80% untuk pelaku usaha yang dihitung dari keuntungan bukan dari modal yang diberikan. Akad ini apabila terjadi kerugian maka akan ditanggung bersama kecuali ada kelalaian dari pelaku usaha (tidak amanah).

c.       Murabahah
Murabahah merupakan akad jual beli. Banyak orang yang bertanya mengapa bank syariah yang menerapkan bagi hasil akan tetapi besarnya dapat ditetapkan di awal perjanjian/akad? Hal ini dapat terjadi karena pada umumnya dalam melakukan pembiayaan kepada nasabah, bank syariah menggunakan skema murabahah (akad jual beli), oleh karena menggunakan akad murabahah bank dapat menentukan besarnya angsuran yang harus dibayarkan setiap waktunya dan tidak berubah besarannya (flat). Pada saat ini akad ini lebih banyak digunakan dalam produk bank syariah karena alasan kemudahan , dll, bukan hanya di Indonesia tetapi juga di negara lain. Meskipun demikian para regulator dan ahli-ahli ekonomi syariah terus mengembangkan skema bagi hasil karena hal tersebut merupakan hal yang menjadi inti perbedaan dari bank konvensional. Ilustrasi akad murabahah: Apabila Si A  mengajukan pinjaman kepada Si B untuk kebutuhan X dengan harga Y maka Si B akan membeli barang tersebut dan menjualnya kepada Si A dengan harga Y+Z, sehingga Si A harus mengembalikan kepada si B sejumlah Y+Z. Apabila disepakati pengembalian dilakukan selama ssatu tahun (12 bulan) dan akan dibayar setiap bulannya maka Si A setiap bulan harus mengembalikan sejumlah (Y+Z)/12.
Waallahu’alam

 Hikari, 10/12/14 Pk.06.30

1 komentar:

Ecky Agassi mengatakan...

Makasi sharing ilmunya ki :)