Bismillahirahmanirrahim..
Assalamualaikum Wr Wb.
Pekan kemarin
Kajian Rutin (KANTIN) di Masjid Al-Huriyyah IPB membahas tentang “tips menjadi
pengusaha sukses berdasarkan Kitab Riyadhussalihin” yang di isi oleh ustadz
Khalifaf, seorang dosen muda dari program studi ekonomi syariah IPB.
Ustadz Khalifah
mengambil sosok pengusaha yang tidak asing lagi dalam siroh sabahat yaitu
Abdurrahman Bin Auf. Sosok yang menjadi idola bagi pengusaha-pengusaha muslim
karena kesuksesannya dalam berbisnis dan tentu tentang kedermawaannya. Abdurrahaman
bin Auf pernah disebutkan oleh Rasulullah dalam suatu hadist bahwa beliau adalah
satu satu sahabat yang dijamin masuk surga bersama sembilan orang sahabat
lainnya. Sosok fisik beliau adalah berperawakan tinggi, berwajah putih bersih,
cara bicara beliau cadel karena gigi seri dan atas tanggal, kemudian ciri yang
paling terlihat adalah cara berjalan beliau yang terpincang-pincang karena
terdapat dua puluh bekas luka saat perang uhud.
Kesempatan kali
ini hanya ingin sharing isi kajian tersebut dan sedikit memberikan tambahan
terkait akad-akad perniagaan yang dibenarkan secara syariah, serta memberikan
sedikit menceritakan kondisi kekinian terkait operasional bank syariah. Setidaknya
ada tiga tips menjadi pengusaha yang disebutkan oleh usatadz Khalifah : 1)
modal keyakinan; 2) modal pengorbanan; 3) tips memperoleh modal (uang).
1. Modal Keyakinan
Kelebihan dalam
aktivitas bisnis yang selalu sukses, sampai membuat beliau heran dan berkata
“Sungguh bila aku mengangkat sebuah batu maka dibaliknya akan aku temukan emas
dan perak”. Kisah yang sangat terkenalnya dari sosok Abdurrahman bin Auf adalah ketika Rasul dan para sahabat berhijrah ke Madinah, kemudian Rasulullah
mempersaudarakan penduduk muhajirin (Mekah) dan penduduk Anshar (Madinah). Pada
saat itu Rasulullah mempersaudarakan Abdurrahman bi Auf dengan Sa’ad bin al-Rabi. Tanpa pikir panjang, Sa’ad
kemudian menawarkan separuh hartanya untuk Abdurrahman bin Auf. Namun, beliau
menolak semua tawaran dan memilih untuk ditunjukkan letak pasar di Madinah
dengan kata lain beliau akan datang ke pasar dan memulai perniagaan dengan
modal nol, tanpa modal materi apapun. Apabila hal itu yang terjadi pada kita mungkin yang kita pikirkan bukankah lebih enak apabila kita menerima
tawaran Sa’ad? Yaitu datang ke pasar dengan membawa modal tentunya akan lebih mudah
bagi kita untuk sukses.
Akan tetapi selalu ada
hikmah dari setiap peristiwa yang terjadi. Tentu kita sangat bersyukur, ada
kisah tauladan yang ditunjukkan oleh Abdurrahman bin Auf. Terbukti dengan tanpa
modal pada akhirnya pun beliau tetap bisa menjadi orang yang sukses. Sejarah
mencatat 32 tahun setelah peristiwa tersebut (32 H), beliau meninggal sebagai
konglomerat terkaya di negeri Islam saat itu. Warisan yang ditinggalkan pada
setiap istrinya adalah 80.000 Dinar, sedangkan beliau memiliki empat orang
istri dan sejumlah anak. Bila seorang suami meninggal maka warisan seorang
istri hanya 1/8 dari harta yang ditinggalkan.
Apabila istri
beliau ada empat maka untuk masing-masing istri adalah 1/8 x 1/4 atau 1/32 bagian.
Oleh karena itu, dapat diketahui bahwa harta
Abdurrahman bi Auf yang ditinggalkan pada saat itu sebesar 80.000 x 32
atau 2.560.000 Dinar atau sekitar Rp 4.6 T lebih untuk nilai Dinar saat ini
dimana 1 Dinar bernilai lebih dari Rp 1.800.000. Modal keyakinan bahwa sembilan
dari sepuluh rezeki adalah dari jalur perniagaan, serta jaminan rezeki bagi
setiap makhluk-Nya.
2. Modal Pengorbanan
Apabila ingin menjadi pengusaha tentu kita
harus mau berkorban, meninggalkan zona nyaman kita. Salah satunya adalah mengurangi
pos anggaran yang bersifat konsumtif untuk dipindahkan ke pos saving atau yang lebih produktif yaitu
pos investasi. Selain cerita di atas membuktikan bahwa modal bukanlah
segalanya, juga menunjukkan sisi pengorbanan dari Abdurrahman bi Auf dalam berwirausaha.
Tips yang lebih teknis pernah saya tuliskan dalam
blog ini tentang “Aset dan Liabilitas”, tujuannya untuk peningkatan literasi finansial. Tulisan tersebut terinspirasi dari buku “Rich Dad, Poor Dad” karya Robert T. Kiyosaki. Selengkapnya bisa di
baca di sini http://rikicahyo.blogspot.com/2013/08/aset-dan-liabilitas.html. Penting bagi kita mengetahui jenis pengeluaran yang akan kita gunakan, apakah tersebut
termasuk dalam penambahan sisi aset ataukah liabilitas.
3. Cara Memperoleh Modal
Modal
uang/materi yang kita gunakan tentunya akan berpengaruh terhadap kesuksesan
kita. Bai setiap muslim tentunya ukuran dari kesuksesan bukan hanya duniawi
semata tetapi juga kesuksesan akhirat. Cara memperoleh kesuksesan akhirat
tentunya dengan mendapatkan keberkahan dari setiap usaha kita. Allah SWT
memperingatkan kepada kita agar menjauhi Riba. Arti dari Riba adalah tambahan
yang diperoleh secara batil. Semua ulama telah sepakat bahwa dalam Islam Riba
merupakan yang dilarang dalam setiapa aktivitas ekonomi umat Islam. Oleh karena
itu, Islam memberika solusi dengan berbagai skema pembiayaan yang kini telah
banyak terdapat dalam bank syariah. Terdapat beberapa skema yang umum dipake
dalam bank syariah yaitu murabahah, mudharabah, musyarakah, dan qardhul hasan.
a. Qardhul
Hasan
Akad Qardhul
Hasan dalam praktik perbankan syariah lebih dikenal sebagi produk untuk menyumbang usaha yang sangat
kecil atau untuk membantu sektor sosial.
Al-qard artinya pemberian
harta kepada orang yang dapat ditagih kembali tanpan mengharap imbalan. Akad
Qardhul Hasan ini artinya apabila si A meminjamkan uang ke pada si B sebesar X
maka si B mengembalikan pinjaman tersebut sebesar X, si A tidak boleh meminta
tambahan kecuali si B dengan inisiatifnya memberikan tambahan sendiri.
b. Musyarakah
dan Mudharabah
Akad musyarakah
dan mudharabah adalah akad bagi hasil (profit
sharing) antara investor dan pelaku usaha. Perbedaan antara mudharabah dan
musyarakah adalah pada akad mudharabah seluruh kebutuhan modal akan dibiayai
100% oleh investor, sedangkan pelaku usaha berkontribusi sepenuhnya dalam
manajemen, waktu, tenaga, dan pikiran. Berbeda dengan akad mudharabah, akad
musyarakah modal dibagi antara investor dan pelaku usaha yang jumlahnya bisa
lebih dari dua orang yang berkontribusi dalam permodalan dan besarnya sesuai
dengan kesepakatan. Pada dasarnya besarnya bagi hasil adalah sesuai dengan
kesepakatan, namun pada umumnya dalam akad mudharabah bagi hasilnya adalah 20%
untuk investor dan 80% untuk pelaku usaha yang dihitung dari keuntungan bukan
dari modal yang diberikan. Akad ini apabila terjadi kerugian maka akan
ditanggung bersama kecuali ada kelalaian dari pelaku usaha (tidak amanah).
c. Murabahah
Murabahah
merupakan akad jual beli. Banyak orang yang bertanya mengapa bank syariah yang menerapkan
bagi hasil akan tetapi besarnya dapat ditetapkan di awal perjanjian/akad? Hal
ini dapat terjadi karena pada umumnya dalam melakukan pembiayaan kepada
nasabah, bank syariah menggunakan skema murabahah (akad jual beli), oleh karena
menggunakan akad murabahah bank dapat menentukan besarnya angsuran yang harus
dibayarkan setiap waktunya dan tidak berubah besarannya (flat). Pada saat ini akad ini lebih banyak digunakan dalam produk
bank syariah karena alasan kemudahan , dll, bukan hanya di Indonesia tetapi
juga di negara lain. Meskipun demikian para regulator dan ahli-ahli ekonomi
syariah terus mengembangkan skema bagi hasil karena hal tersebut merupakan hal
yang menjadi inti perbedaan dari bank konvensional. Ilustrasi akad murabahah: Apabila Si A mengajukan pinjaman kepada Si B untuk kebutuhan X dengan harga Y maka Si B akan membeli barang tersebut dan menjualnya kepada Si A dengan harga Y+Z, sehingga Si A harus mengembalikan kepada si B sejumlah Y+Z. Apabila disepakati pengembalian dilakukan selama ssatu tahun (12 bulan) dan akan dibayar setiap bulannya maka Si A setiap bulan harus mengembalikan sejumlah (Y+Z)/12.
Waallahu’alamHikari, 10/12/14 Pk.06.30
1 komentar:
Makasi sharing ilmunya ki :)
Posting Komentar