Riki Cahyo Edy

Riki Cahyo Edy

Van Der Wijck

31/12/13




Selalu saja kisah cinta menjadi kisah yang menarik bagi semua orang. Setiap film bioskop yang di produksi cerita cinta tidak pernah ketinggalan untuk memberi bumbu agar cerita semakin menarik. Yah.. bulan desember ini perfilman Indonesia ramai lagi dengan hadirnya 4 film sekaligus, ada Soekarno, 99 Cahaya di Langit Eropa, Edensor, dan Tenggelamnya Kapal Van Der Wijck. Dari keempat film ini saya hanya sempat menonton film Tenggelamnya Kapal Van Der Wijk yang sering disingkat menjadi TKVDW yang merupakan sebuah film yang diangkat dari novel yang ditulis Buya Hamka dengan judul yang sama. Dalam tulisan ini saya mencoba untuk mengambil hikmah dari TKVDW. Mungkin hikmah yang saya ambil berbeda dengan para pembaca, tapi tak apalah ini memang dari sudut pandang saya sendiri. Selamat membaca! :)

Film ini berkisah tentang percintaan antara Zainuddin dan Hayati. Zainuddin merupakan perantau dari Makassar ke Minang, walaupun sebenarnya ayah Zainuddin adalah orang Minang, namun Zainuddin lebih lama tinggal di Makassar. Cinta anatara keduanya menuai masalah ketika hubungan dekat mereka dianggap meresahkan masyarakat, sampai akhirnya terusirlah Zainuddin dari tanah Minang. Sebelum kepergian Zainuddin, mereka sempat bertemu dan berjanji untuk saling menjaga diri sampai mereka dipertemukan kembali dan menjalin cinta dalam ikatan yang suci, pernikahan. Kesempatan bertemu kembali dengan Zainuddin terbuka bagi Hayati setelah diberi izin untuk pergi ke Padang Panjang selama sepuluh hari. Namun, ketika bertemu Zainuddin di tempat dia berpindah, Hayati juga bertemu dengan Aziz yang merupakan anak orang kaya pegawai perusahaan Belanda. Kecantikan dan keanggunan sikap Hayati membuat orang tua Aziz memaksanya untuk menikahi Hayati, akhirnya Aziz pun menerima permintaan itu. Kemudian Aziz mengirimkan surat untuk melamar Hayati kepada keluarga Hayati, disaat yang bersamaan Zainuddin pun mengirim surat yang sama. Akhirnya keluarga Hayati bermusyawarah dan memutuskan untuk menerima lamaran Aziz dan menolak lamaran Zainuddin. Hayati dengan berat hati menerima keputusan tersebut untuk membahagiakan keluarganya. Mendengar berita itu, Zainuddin mencoba meyakinkan bahwa Hayati salah pilih karena Aziz adalah seorang pemabuk dan penjudi. Namun, penjelasan itu tak membuat keputusan berubah dan pernikahan tetap berlangsung. Zainuddin pun sakit, lebih tepatnya jiwanya yang sakit, dia selalu mengenang janji Hayati sebelum terusirnya Zainuddin. Tak lama, Zainuddin kemudian bangkit dan mengasah bakat menulisnya. Berawal dari menulis di surat kabar, Zainuddin menjadi penulis hikayat tersohor dan kaya raya dengan karyanya yang berjudul “Teroesir” yang sebetulnya kisah perjalanan cintanya bersama Hayati. Beberapa tahun kemudian, mereka bertemu lagi dalam sebuah acara Opera Teroesir yang diangkat dari hikayat Teroesir karya Zainuddin. Sebelum pertemuan di acara opera, Hayati sudah membaca buku hikayat Teroesir pemberian temannya, namun ketika itu Hayati belum mengetahui penulisnya adalah Zainuddin karena dalam buku itu hanya tercantum nama penulis dengan inisial “Z”. Pertemuan mereka dalam Opera Teroesir terjadi di Surabaya setelah Aziz suaminya dipindah tugaskan karena kenaikan pangkat untuk menjadi pimpinan wilayah perusahaan Belanda di Surabaya. Namun, karena kebiasaan buruknya, aziz dipecatnya dari perusahaan dan disitanya seluruh harta Aziz karena hutang yang menumpuk. Mereka akhirnya menumpang di rumah megah Zainuddin atas permintaan Aziz dan kebaikan Zainuddin. Aziz meminta izin untuk menitipkan Hayati di rumah tersebut karena Aziz akan pergi mencari pekerjaan ke luar kota. Namun, bukan mencari pekerjaan tetapi Aziz kemudian mengirim surat untuk menceraikan Hayati, tak lama kemudian akhirnya Aziz bunuh diri. Pergolakan mulai lagi terjadi, ketika Hayati tahu bahwa Zainuddin masih memendam rasa cinta terhadapnya setelah Hayati melihat foto/lukisan besar dirinya di kamar kerja Zainuddin dimana tak seorang pun diizinkan memasuki ruangan itu. Hayati meminta kepada Zainuddin agar kisah cinta mereka dapat berlanjut karena Hayati juga masih mencintai Zainuddin. Namun, Zainuddin menolak dan meminta Hayati kembali ke kampung halaman. Dibelinya tiket kapal van der wijk yang akhirnya di sana Hayati ikut tenggelam. Di saat kapal sudah berangkat berubahlah keputusan Zainuddin yang berharap Hayati tetap tinggal bersamanya, namun itu sudah terlambat ketika Zainuddin membaca surat kabar yang memberitakan tenggelamnya Kapal Van  Der Wijck. Jadilah kisah cintanya menjadi kisah menyakitkan bagi kehidupan Zainuddin.

Begitulah kira-kira isi dari film TKVDW. Lalu apakah hikmah yang bisa kita ambil? Awalnya saya bingung hikmah apa yang bisa saya ambil, apakah itu kisah cinta sejati? Haruskah begitu sikap kita terhadap cinta?

Coba kita ingat kisah antara Nasr bin Hajjaj di masa Umar bin Khattab?
Nasr adalah pemuda paling ganteng di Madinah, dia juga pemuda yang kalem dan shaleh. Secara diam-diam perempuan di Madinah mengidolakannya. Sampai suatu saat Umar mendengar ada seorang perempuan yang menyebut-nyebut nama Nasr dalam bait-bait puisi yang dibacanya pada malam hari. Umar kemudian mencari Nasr, dan begitu melihatnya Umar pun terpana dan mengatakan bahwa ketampanannya telah menimbulkan fitnah bagi gadis-gadis Madinah. Akhirnya, Umar pun mengirimnya ke Basra. Disana dia bermukim bersama sebuah keluarga yang bahagia. Celakanya Nasr jatuh cinta kepada istri tuan rumah, wanita itu pun membalas cintanya. Suatu saat mereka duduk bertiga bersama sang suami. Nasr menulis sesuatu dengan tangannya di atastanah yang lalu dijawab oleh seorang istri. Karena buta huruf, suami yang sudah curiga itu pun memanggil sahabatnya untuk membaca tulisan itu. Hasilnya: aku cinta padamu! Nasr tentu saja malu kerena ketahuan. Akhirnya ia meninggalkan keluarga itu dan hidups endiri.  Tapi cintanya tak hilang. Dia menderita karenanya. Sampai ia jatuh sakit dan badannya kurus kering. Suami perempuan itu pun kasihan dan menyuruh istrinya untuk mengobati Nasr. Betapa gembiranya Nasr ketika perempuan itu datang. Tapi cinta tak mungkin tersambung kepelaminan. Mereka tidak melakukan dosa,  memang. Tapi mereka menderita. Dan Nasr meninggal setelah itu.

Malang sekali nasib Nasr, menderita karena kisah cintanya. Begitu dalam penderitaan Nasr hingga membuatnya sakit. Mungkin sakit fisik lebih mudah untuk diobati tetapi jika yang sakit adalah jiwa itu lebih sulit untuk diobati dan kalaupun bisa masa penyembuhannya yang lama. Menurut saya kisah Nasr persis sama dengan kisah Zainuddin dalam TKVDW, mereka berdua sama-sama mengalami derita jiwa yang luar biasa karena cinta. 

“Lupakan! Lupakan cinta jiwa yang tak sampai ke pelaminan, begitu kata Anis Matta”

Karena Islam sangat memahami fitrah manusia, itulah sebabnya Islam memudahkan dalam menuju pernikahan. Saya teringat lagi dialog Zainuddin ketika akan berpisah dengan Hayati, dia mengatakan “Cinta adalah kekuatan, yang menimbulkan pengharapan .... blablabla...”, sayangnya dia tidak mengakhiri kalimatnya namun masih menyisakan tanda koma, kemudian dia melanjutkan “Dan kamu Hayati, kamu adalah kekuatanku, kamu adalah pengharapanku, kamu bisa menimbulkan kekuatan dan pengharapan itu, namun kamu juga bisa menghilangkan sama sekali tak berbekas kekuatan dan harapan”. Nah, kalimat yang dipegang teguh sebagai keyakinan Zainuddin itulah yang menjadi masa kelam atau penderitaan panjang Zainuddin. So, begitukah seharusnya kita bersikap? Sebetulnya ada yang lebih tinggi dari CINTA yaitu IKHLAS. Mungkin kisah Ali bin Abi Thalib menjadi contoh yang cukup tepat. Ketika itu Ali menaruh kekaguman terhadap sosok Fathimah putri Rasulullah. Ali yang tidak PeDe menahan niatnya untuk melamar Fathimah. Sahabat Ali pun mendorongnya agar berani melamar Fathimah. Namun, sebelum niat itu ditunaikan, terdengarlah kabar bahwa Abu Bakar datang melamar Fathimah. Ali ikhlas, karena dia tahu bahwa Abu Bakar adalah sahabat yang selalu pertama kali membenarkan perkataan Rasulullah, Abu Bakar juga seorang yang kaya raya yang tak segan menginfaqkan seluruh hartanya di jalan Allah. Berita gembira untuk Ali, karena lamaran Abu Bakar ditolak. Tak lama kemudian, datanglah Umar Bin Kathab untuk melamar Fathimah. Ali Ikhlas, jika memang Umar akan menjadi suami Fathimah karena Umar adalah seorang pembela Islam yang pemberani. Berita gembira kembali terdengar, lamaran Umar di tolak. Akhirnya Ali memberanikan diri untuk melamar Fathimah, kemudian Ali mendapat jawaban “Ahlan wa Sahlan”, tanda bahwa lamarannya diterima. Begitulah sedikit kisah Ali, kekuatan mempertahankan cintanya tidak membabi buta sehingga tidak membuatnya lemah.

“Karena Cinta adalah kekuatan yang menimbulkan pengharapan besar, tentang karya-karya yang akan kita buat di masa depan. Perihal mengenai partner dalam berkarya, Allah SWT telah memudahkan kita dalam mencapainya. Semata-mata untuk menguatkan bukan untuk melemahkan”

Pagi hari Pk.09.19 di kamar kos hikari
Bogor, 31 Desember 2013


Menikmati Peran (2)

30/11/13



Kita kembali membicarakan bagaimana pentingnya menikmati peran. Kali ini saya mau share tentang motif-motif seseorang melakukan pekerjaan, entah itu di sebuah organisasi, tempat kerja, dll. Hal ini saya ketahui ketika datang ke acara MK Klasikal dari KAMMI IPB dengan pembicara ka Eko, beliau adalah trainer dari ULTRASEMANGAT Motivation.
Ada tiga motif orang menjalankan pekerjaan :
1.   1.     Job
Yaitu orang yang melakukan pekerjaan karena hal itu dipandang hanya sebagai tugasnya yag harus diselesaikan. Orang-orang yang termasuk dalam kriteria ini tentunya akan sangat bersungguh-sungguh dalam menyelesaikan pekerjaannya, namun dengan ciri-ciri utamanya bahwa mereka akan merasa sangat bahagia setelah mereka selesai melakukan pekerjaan yang menjadi tugasnya tersebut. Perasaan yang bahagia itu timbul karena merasa tugasnya itu adalah sebuah beban yang membebani pundaknya, oleh karenanya semakin cepat pekerjaan itu selesai itu tanda bahwa mereka akan terlepas dari belenggu yang membebani dan itu adalah kabar baik bagi mereka.
2.     2.   Career
Yaitu orang yang melakukan sebuah pekerjaan karena ada target-target tertentu yang ingin dicapai. Tentunya orang yang berada pada kategori ini adalah mereka yang setingkat lebih baik dari motif yang pertama. Contoh dari kategori ini  misalnya mereka yang mengikuti suatu organisasi karena ingin mengasah kemampuan komunikasi di depan publik, ingin menambah jaringan, mendapatkan sertifikat organisasi, dll. Motif yang kedua ini tidak ada salahnya jika banyak orang melakukannya. Bahkan banyak training misalnya tentang bagaimana mempersiapkan diri pasca kampus ataupun yang lainnya banyak mengajarkan hal ini. Motif carrier itu berada pada level midle dari yang saya share disini. Tapi bagaimanakah jika tujuan atau target-target itu telah tercapai? Misalnya seseorang yang aktif dalam suatu organsasi dengan motif carrier dan di tahun pertamanya masih pada level bawah, kemudian beberapa tahun kemudian dia menjadi pimpinan tertinggi di organisasi tersebut, lalu apakah yang mendatangkan semangat ketika dia menjalani aktivitas sebagai pimpinan karena tujuannya telah tercapai, telah usai. Begitupun pada dunia kerja yang mungkin dialami oleh seorang direktur utama.
3.  3.      Calling
Sebenarnya saya juga sulit untuk mendefinisikan, atau mencoba memahami makna dari training yang saya ikuti saat itu. Calling atau disebut sebagai panggilan jiwa, merupakan motif pada level tertinggi dari seseorang yang melakukan suatu pekerjaan. Motif ini biasanya dimiliki orang yang telah berada pada level tertinggi dari pekerjaannya. Bahkan, mereka yang ada pada kategori ini mungkin akan sulit menjelaskan mengapa mereka tetap melakukan pekerjaan itu karena ini adalah sebuah panggilan jiwa. Ciri utamanya adalah mereka tidak akan berhenti bekerja walaupun pekerjaannya telah usai, mereka akan terus menggali menggali dan menggali apa yang bisa dilakukan. Kalau saya menyebutnya motif calling ini adalah sebuah panggilan jiwa yang memang datangnya dari Dzat yang tertinggi, dari rasa keinginan untuk mengabdi kepada-Nya, dari sebuah implementasi tugas kekhalifahan.

Di posisi manakah kita berada?
Ketika mereka yang menjalankan sebuah amanah yang sebetulnya dapat mendatangkan kemuliaan padanya, namun rasa tidak nyaman karena amanah itu tidak sesuai yang mereka inginkan maka semula seharusnya dengan amanah itu bisa membuatnya berada pada level midle (carrier) atau bahkan berada pada top level (calling) menjadikannya turun pada level terendah yaitu just job , hanya sebuah pekerjaan biasa yang tidak mendatangkan output.

Di sebuah Kereta Jogja-Jakarta,
Jumat, 29 November 2013
Pk. 21.33 WIB

Masjid dan Pasar

05/10/13



Apabila kita membaca sirah nabawiyah, maka kita temukan bahwa masjid bukan hanya sebagai tempat beribadah (shalat) melainkan sebagai tempat yang multi fungsi. Bahkan itu terlihat ketika bangunan pertama yang diperintahkan untuk dibangun ketika Rasululllah Saw baru tiba di Madinah adalah Masjid. Tentunya hal ini menunjukkan pentingnya fungsi masjid. Di bangunnya masjid berdampak sangat signifikan terhadap persaudaraan antara kaum muhajirin (pendatang yang ikut berhijrah bersama Rasulullah dari mekkah) dan kaum Anshar (Penduduk asli Madinah). Masjid juga berfungsi sebagai tempat syuro (rapat), madrasah (pendidikan), pusat pemerintahan, dll. Di masa itu juga masjid telah berfungsi sebagai Baitul Maal (Rumah penyimpan harta) sebagai fungsi ekonomi dari sebuah peradaban yang disebut negara madinah. Peran ekonomi terus berlanjut sampai generasi sahabat dan penerusnya dengan berbagai konsep pengelolaan yang berbeda-beda dari setiap generasi.
Namun, semakin lama terjadilah degradasi fungsi masjid yang hanya digunakan sebagai tempat beribadah (shalat). Kini kita bisa melihat masjid disekeliling kita dimana aktivitas di Masjid hanya seputar ibadah-ibadah yang utama. Dalam bidang muamalah seperti aktivitas ekonomi masyarakat kita masih canggung untuk melakukannya atau bahkan ada yang menentangnya. Tentunya hal ini tidak bisa disalahkan tanpa memahami latar belakang permasalahan tersebut. Tentunya sebagai insan akademis yang memiliki akses informasi yang lebih luas memiliki tanggung jawab untuk meneruskan informasi tersebut kepada semua pihak tanpa merasa berbangga diri. Semakin jauhnya aktivitas kehidupan sehari-hari dari masjid juga akan berpengaruh terhadap nilai-nilai yang dipraktikan. Kehidupan ekonomi yang sangat individualis, maraknya praktik riba, dan berbagai contoh lain yang tidak sesuai dengan ajaran islam tentunya beberapa masalah dari terdegradasinya fungsi masjid. Ketika pasar menguasai masjid dan bukan masjid yang menguasai pasar maka semakin jauhlah kehidupan ekonomi masyarakat dari nilai-nilai islami.
Konsep ekonomi pasar yang dicetuskan oleh Adam Smith melalui bukunya yang berjudul The Wealth of Nation menganjurkan pembukaan akses seluas-luasnya terhadap pasar dan menghilangkan peran negara sebagai kontrol ekonomi (intervensi) dalam menuju kesejahteraan. Tetapi jelas setelah beberapa krisis ekonomi yang menimpa khususnya terjadinya depresiasi hebat yang melanda Amerika Serikat pada tahun 1930 membuat peran negara terhadap ekonomi kembali berlaku. Kemudian muncul berbagai teori-teori ekonomi untuk menjawab berbagai masalah perekonomian yang terjadi. Dari teori-teori yang muncul, sampai sekarang semuanya belum bisa membawa kebutuhan bagi semua yaitu kesejahteraan dan keadilan ekonomi.
Kini gaung ekonomi syariah menggema diseluruh dunia sebagai konsep ekonomi yang tahan banting. Fungsi masjid juga kembali pada hakikatnya, terlihat jelas dibeberapa daerah yang mengembalikan fungsi masjid menjadi pusat segala aktivitas termasuk ekonomi. Satu hal yang harus kita sadari adalah Al Quran dan As sunnah yang menjadi fondasi dasar ekonomi syariah telah kita yakini bersama menjadi solusi terbaik ekonomi yang akan membawa kesejahteraan dan keadilan bagi seluruh manusia merupakan sebuah petunjuk. Oleh karena itu, penelitian-penelitian mengenai konsep ekonomi syariah dan implementasinya dalam kehidupan sehari-hari perlu kita gali terus-menerus. Mari kita bandingkan dengan lamanya penelitian-penilitian ekonomi konvensional yang sudah berabad-abad dengan bangkitnya kembali ekonomi syariah di tahun 60an? Bandingkan juga dengan banyaknya peneliti-peneliti dari ekonom konvensional dengan ekonom syariah? Atau bandingkan juga dengan banyak dana yang digunakan dari penelitian ekonomi konvensional dengan ekonomi syariah?
Masih kalah jauh kawan, kita harus banyak menggali lagi dari petunjuk-petunjuk yang telah diberikan-Nya.

Papandayan

10/09/13



Keinginan untuk naik ke gunung terbayar sudah. Minggu terakhir Kuliah Kerja Profesi (KKP) bersama teman-teman bersepakat untuk melakukan pendakian ke gunung papandayan. Gunung ini dipilih selain karena jaraknya yang lebih dekat dengan lokasi KKP tetapi juga menurut banyak informasi sangat cocok bagi pemula, terlebih lagi tim yang ikut mendaki kebanyakan adalah perempuan yang belum pernah ikut pendakian.

Pk.05.00 kami berangkat menuju lokasi menggunakan mobil bak terbuka yang kami sewa dan berhenti di suatu tempat yang terlihat seperti terminal. Kami start pk.07.15 WIB, disini udara sudah terasa dingin. Kami pun berangkat dengan mengambil jalur yang lebih landai dengan melewati kawah-kawah yang mengeluarkan gas belerang yang baunya sangat menyengat. Pendakian ini kami lakukan dengan sangat santai karena tujuan kami memang untuk berlibur sebelum pulang ke bogor. Tak sampai 3 jam kami sudah sampai di pondok seladah yang di sekitarnya terdapat padang edelwais. Setelah beristirahat sejenak, kami pun melanjutkan perjalanan ke hutan mati, di tempat ini masih banyak terdapat pohon yang mati terbakar dan sepertinya merupakan dampak dari letusan gunung papandayan beberapa tahun silam. Namun, di sini kami akhirnya bersepakat tidak melanjutkan perjalanan sampai ke puncak mengingat kesiapan kami dan waktu yang menjelang sore. Jalan yang lebih curam kami lewati saat perjalanan turun. Beberapa di antara kami terpeleset karena kerikil-kerikil kecil dan halus yang sangat licin di sepanjang perjalanan.













Begitu sedikit cerita pendakian gunung papandayan. Pengalaman yang sangat menarik dan seru

Malam hari kami sudah sampai lagi di rumah tempat tinggal selama KKP. Pengalaman kemarin setindaknya bisa membuat kita merenungkan kekuasaan dan kebesaran Allah SWT yang telah menciptakan bumi dan se-isinya. Bersyukur bahwa kita diberikan kesempatan untuk melihat keagungan alam ciptaan Allah tsb. Setidaknya ada satu pelajaran yang saya ambil dari pendakian gunung papandayan kemarin bahwa bukanlah batu-batu besar yang akan menjatuhkan kita tetapi kerikil-kerikil kecil yang lebih sering menjatuhkan kita. Waspadalah.. waspadalah…!!!

ASET DAN LIABILITAS

21/08/13


Pengetahuan tentang aset dan liabilitas sangat penting kita ketahui dalam kaitannya peningkatan literasi finansial kita. Literasi finansial sendiri memiiki pengertian pemahaman keuangan atau kemampuan untuk membaca keuangan. Dalam kesempatan kali ini saya mencoba sharing mengenai aset dan liabilitas. Tujuannya adalah agar pembaca mengetahui mana yang termasuk aset dan mana yang termasuk liabitas. Setelah mengetahui perbedaannya, tujuan selanjutkan adalah pembaca dapat mengelola keuangan dengan baik. Literasi finansial diperlukan oleh semua orang baik untuk karyawan, pengusaha, ibu rumah tangga, maupun mahasiswa.

Siapakah yang lebih kaya?
1. Mr. X mempunyai penghasilan 10 juta per bulan dengan pengeluaran 2 juta per bulan
2. Mr. Y mempunyai penghasilan 20 juta per bulan dengan pengeluaran 5 juta per bulan

Semua orang ingin menjadi kaya, tapi apakah pengertian kaya? Apabila diajukan pertanyaan seperti di atas maka akan banyak jawaban bermunculan. Ada yang mengatakan bahwa kaya adalah ketika kita mempunyai rumah besar dan mobil mewah, atau ketika kita merasa cukup. Menurut saya ada pengertian kaya yang lebih dapat diukur yaitu seperti yang diungkapkan oleh Robert T. Kiyosaki yaitu berapa lama harta anda mampu menghidupi anda ketika anda tidak bekerja atau tidak menghasilkan pemasukan apapun. Sehingga kita dapat menyimpulkan pertanyaan di atas bahwa Mr. X lebih kaya daripada Mr. Y karena dengan tanpa berkerja sekalipun Mr. X dapat mencukupi kebutuhannya selama 5 bulan, sedangkan Mr. Y dapat mencukupi kebutuhannya selama 4 bulan. Jadi besarnya penghasilan/pemasukan bukanlah indikator kekayaan sesorang karena boleh jadi pengeluarannya lebih besar daripada pemasukan.

Apakah kita sudah kaya saat ini atau apakah kita ingin kaya dan terjamin seumur hidup? Salah satu cara agar kita dapat melangkah dengan benar adealah mengetahui perbedaan antara aset dan liabilitas. Secara sederhana pengertian aset adalah apa saja yang dapat memasukkan uang ke dalam sakukita, sedangkan liabilitas adalah apa saja yang dapat mengeluarkan uang dari saku kita. Dengan pengertian lain dengan bertambahnya aset yang kita miliki maka bertambah juga kekayaan kita, sedangkan bertambahnya liabilitas yang kita miliki maka semakin mengurangi kekayaan kita atau yang membuat kita miskin.





Contoh liabilitas : Rumah, Komputer, Motor/mobil
Contoh aset : Rumah yang dikontrakkan, Rental komputer, Motor/Mobil yang digunakan untuk berwirausaha

Setelah mengetahui contoh-contoh aset, pertanyaannya adalah apakah kita mempunyai lebih banyak aset atau liabilitas? Untuk menjadi kaya kita harus memperbesar aset dan menekan liabilitas. Mungkin ada yang bertanya, apakah kita tidak boleh memiliki liabilitas? Misalnya komputer atau televisi, sehingga bagaimana kita bisa memperoleh informasi apabila kita tidak boleh memiliki komputer atau televisi? Tentu saja boleh kita memiliki berbagai liabilitas itu, tetapi yang menjadi titik tekan adalah kita memahami aset dan liabilitas sehingga kita dapat membuat perencanaan keuangan yang bijak.

Peningkatan literasi finansial akan berdampak pada peningkatan kesejahteraan hidup. Seseorang yang memiliki tingkat literasi finansial yang baik dapat membawanya kepada kebebasan finansial yaitu ketika pemasukan dari aset lebih besar daripada pengeluaran yang ditimbulkan dari liabilitas. Tentunya dengan kebebasan finansial kita dapat melakukan berbagai pekerjaan apapun yang kita inginkan dengan lebih harmonis, bahkan dapat juga kita memilih untuk tidak bekerjasama sekali atau memilih untuk mendermakan hidupnya untuk kegiatan agama dan sosial, dll.

Semoga bermanfaat.

               


Cinta dan Cita

06/07/13



Setiap orang pasti mempunyai rasa cinta dan cita. Kedua hal ini sama-sama penting bagi kehidupan manusia. Dan orang-orang yang berhasil adalah orang yang bisa melangkahkan kedua hal tersebut seirama. Kedua hal ini juga yang membuat hidup seseorang menjadi lebih bermakna, mengharu biru, dan heroik.
Jika cinta manusiawi lebih kuat mempengaruhi jiwa kita maka biasanya menjadikan seseorang mudah terjatuh apabila harapannya tidak tersampaikan. Seperti Qais yang mati bukan karena penyakit fisik tetapi karena jatuhnya jiwanya karena gagal merajut hidup dengan pasangan yang ia inginkan. Terlihat tidak masuk akal tapi inilah banyak menimpa kita.
Dengan tingkat yang lebih rendah, cinta manusiawi kadang membuat diri kita menjauh dari teman, keluarga, atau organisasi. Menjauh karena seakan dunia ini menjadi milik berdua, mereka mereduksinya dan mempersempitnya. Kadang juga cinta manusiawi membuat cita ternomorduakan, fokusnya tidak lagi ke cita karena sibuk memahami, mengotak-atik, dan mengumbar isi hati.
Ada satu lagi yaitu cita yang juga merupakan bagian dari cinta. Tetapi jenis cinta ini berbeda dengan romantisme cinta manusiawi yang banyak merapuhkan jiwa manusia. Ini disebut cinta misi. Cinta misi adanya adalah pemberian atau sudah ada yang sifatnya mutlak. Apabila kita menyandarkan arti cinta misi sebagai bagian dari seorang muslim, maka misi tersebut sebenarnya adalah ibadah. Dengan berbagai jenis cita semua terbungkus dalam wadah ibadah. Misi ibadah inilah yang menguatkan jiwa. Hanya saja yang perlu dipahami adalah ibadah tidak mempersempit ruang cita, karena kita bebas memilih peran apa saja yang kita inginkan asalkan terbimbing.
Tentu kita tidak bisa menghindar dari cinta manusiawi sebagaimana makna umum yang kita mengerti. Tidak bisa menghindar dan memang tidak perlu dihindari. Hanya saja membuat kombinasi yang seimbang dari kedua jenis cinta tersebut membuat hidup kita lebih bermakna dan terarah. Menjaga agar kita tidak runtuh di tengah jalan kehidupan. Menjaga kesadaran dikala sedang bersedih. Menjaga kesadaran dikala semangat. Menjaga kesadaran.

Selain Kegagalan

05/07/13



Selain kegagalan, rintangan merupakan bentuk musibah lain yang menimpa para pahlawan. Begitu salah satu bagian tulisan dari artikel yang berjudul musibah yang ditulis oleh anis matta.
Begitulah rintangan merupakan keniscayaan bagi kehidupan manusia. Tidak seorang pun mendapatkan sesuatu yang diinginkan tanpa melalui suatu rintangan, entah itu kecil atau besar. Rintangan merupakan musibah, tetapi rintangan juga kemuliaan. Begitu firman Allah SWT bahwa belumlah sekali-kali disebut beriman apabila belum menerima cobaan.
Rintangan yang berubah menjadi kegagalan terkadang dapat meruntuhkan kita, kehilangan semangat dan harapan. Suatu hal yang manusiawi. Sebagai manusia yang mempunyai sisi emosional yang naik turun.
Tapi tak perlu kita mati dalam kesedihan. Meratapi kegagalan. Menjadi manusia tanpa semangat dan harapan tidak jauh berbeda dengan orang yang tidak bernyawa. Untunglah, Allah SWT tidak menilai sukses gagalnya manusia dari hasil akhir, tetapi dari niat dan dibuktikan dengan proses atau tindakan-tindakan sebagai pembuktian dari keseriusan niat tersebut.
Oleh karena itu perlu kepada setiap orang untuk mempunyai sistem imun yang kuat. Disitulah uniknya orang beriman. Mereka melihat sisi lain dari setiap rintangan dan kegagalan yang mereka terima. Mereka katakan bahwa rintangan adalah tantangan dan kegagalan adalah titik tolak kebangkitan. Dengan paradigma berpikir yang berbeda yang mereka bangun maka mereka menjadi manusia yang berbeda pula, bukan hanya manusia yang mempunyai sisi manusiawi tetapi juga menjadi manusia misi.
“Apakah manusia itu mengira, bahwa mereka dibiarkan (saja) mengatakan: “Kami telah beriman”, sedang mereka tidak diuji? Dan sesungguhnya Kami telah menguji orang-orang sebelum mereka, sehingga Allah mengetahui orang-orang yang benar dan pendusta.”
(Q.S. al-Ankabut [29]: 2-3)