Bismillah Ar-Rahman Ar-Rahim..
Mungkin beberapa mahasiswa beranggapan bahwa aksi sudah tidak relevan
lagi dengan zaman. Katanya sekarang adalah zamannya buat berkarya, beprestasi
lewat lomba-lomba ilmiah, exchange ke
luar negeri, dll. Katanya aksi bikin susah banyak orang, kemacetan yang
ditimbulkan, apalagi kalau sampai ada bentrokan dengan aparat penegak hukum.
Katanya aksi lebih banyak madharatnya daripada manfaatnya.
Kalau ditanyakan kepada aktivis yang sering atau pernah ikut aksi, mereka
mengatakan aksi itu penting dan perlu tapi sebagai jalan terakhir. Mereka juga
mengatakan bahwa sesungguhnya siapapun pada dasarnya tidak menghendaki adanya
aksi, aksi itu capek, berpanas-panasan, teriak-teriak, korban waktu harta dan
bahkan mungkin jiwa. Untuk siapa? Mereka yang ikut aksi? Bukan! Jelas bukan,
apalagi mahasiswa, mereka hanya ingin dengan keteguhan prinsipnya, idealismenya,
ilmu yang terbatas, dan mengandalkan
hati nuraninya untuk memperjuangkan apa mereka pikir para mahasiswa yang tidak
sesuai dengan tatanan normatif. Salahkah?
Toh.. aksi juga tidak setiap hari mereka lakukan, mereka juga seperti
mahasiswa yang lain, belajar menimba ilmu adalah tugas nomor satu mereka.
# Tragedi Pembantaian Muslim Rohinya.
Beberapa hari terakhir aktivitas mahasiswa di jalanan mulai menggeliat.
Menggeliat karena merasa kepanasan dengan berbagai peristiwa, isu, dan wacana
yang sedang mengemuka. Beberapa peristiwa yang membuat mereka merapatkan
barisan kembali adalah peristiwa pembantaian muslim Rohingya di Myanmar. Di
negara pejuang HAM Suu Kyi yang mendapat nobel perdamaian itu, tragedi tersebut
bisa terjadi, bahkan terkesan ditutup-tutupi, dan sekarang publik dunia
menantikan teriakkan lantang dari aktivis tersebut seperti saat memperjuangkan
demokrasi di negara anggota ASEAN tersebut yang tak kunjung terdengar. Apalagi
Bapak Presiden Susilo Bambang Yudhoyono adalah ketua ASEAN. Tak pelak mahasiswa
pun hari ini (jumat, 3/8/12) turun ke jalan menyuarakan bahwa ini adalah
tanggung jawab bersama seluruh manusia yang saudaranya sedang merasakan
ketidakadilan sosial. Ini pun bukan masalah keagamaan, karena tak ada ajaran
agama manapun yang mengajarkan kekerasan kepada pemeluk agama lain. Di tempat
lain, hari ini (jumat, 3/8/12) organisasi gerakan mahasiswa KAMMI Daerah bogor
bergerak menuju Tugu Kujang untuk melakukan aksi simpatik berupa penggalangan
dana untuk membantu muslim Rohingya dari segi financial.
# Save Pemilihan Rektor IPB
Tak kalah semangatnya hari ini di depan Kantor MWA IPB dibawah
koordinator BEM KM IPB melakukan aksi damai terkait mekanisme pemilihan Rektor
yang haruslah terbuka dan melibatkan unsur mahasiswa. Ini penting karena
mahasiswa lah yang akan merasakan kinerja dari hasil pemilihan Rektor yang akan
dilaksanakan di bulan November 2012. Lagi-lagi ini adalah jalan terakhir,
setelah sebelumnya mahasiswa IPB melakukan berbagai upaya diplomasi. Output-nya adalah hasil pleno yang
dilakukan MWA IPB dengan voting 10:7 berkesimpulan ada PEMIRA Rektor dan
mahasiswa dilibatkan.
Itulah sedikit upaya dari mahasiswa yang memilih turut serta berjuang di
jalanan yang terkadang menjadi bulan-bulannan berbagai komentator, di kambing
hitam kan atas macetnya lalu lintas, dituduh tidak berkarya. Padahal itulah
karya nyata mereka, telah jelas riil secara kasat mata. Tak perlu menunggu hasil
penelitian selesai, karya tulis ilmiah dipublikasikan media cetak maupun
elektronik, atau menanti datangnya Pekan Kreativitas Mahasiswa Gagasan Tertulis
kembali digelar. Jelas itu sebuah karya nyata mereka yang mengajak bergerak,
membuka mata, dan hati untuk bersama-sama dalam kebaikkan sekaligus mencegah
suatu ketidakadilan.
Semoga tulisan
ini bermanfaat.
“Kalau
mampu lawan dan cegahlah ketidakadilan, atau kalau tak mampu lebih baik
banyak-banyaklah berbuat kebaikkan, kalau tak mampu keduanya jangan cegah lah
orang untuk melakukan suatu kebaikkan”
Tidak ada komentar:
Posting Komentar