Riki Cahyo Edy

Riki Cahyo Edy

Retorika Aksi

03/08/12


Bismillah Ar-Rahman Ar-Rahim..

Mungkin beberapa mahasiswa beranggapan bahwa aksi sudah tidak relevan lagi dengan zaman. Katanya sekarang adalah zamannya buat berkarya, beprestasi lewat lomba-lomba ilmiah, exchange ke luar negeri, dll. Katanya aksi bikin susah banyak orang, kemacetan yang ditimbulkan, apalagi kalau sampai ada bentrokan dengan aparat penegak hukum. Katanya aksi lebih banyak madharatnya daripada manfaatnya.
Kalau ditanyakan kepada aktivis yang sering atau pernah ikut aksi, mereka mengatakan aksi itu penting dan perlu tapi sebagai jalan terakhir. Mereka juga mengatakan bahwa sesungguhnya siapapun pada dasarnya tidak menghendaki adanya aksi, aksi itu capek, berpanas-panasan, teriak-teriak, korban waktu harta dan bahkan mungkin jiwa. Untuk siapa? Mereka yang ikut aksi? Bukan! Jelas bukan, apalagi mahasiswa, mereka hanya ingin dengan keteguhan prinsipnya, idealismenya, ilmu yang terbatas, dan  mengandalkan hati nuraninya untuk memperjuangkan apa mereka pikir para mahasiswa yang tidak sesuai dengan tatanan normatif. Salahkah?
Toh.. aksi juga tidak setiap hari mereka lakukan, mereka juga seperti mahasiswa yang lain, belajar menimba ilmu adalah tugas nomor satu mereka.
# Tragedi Pembantaian Muslim Rohinya.
Beberapa hari terakhir aktivitas mahasiswa di jalanan mulai menggeliat. Menggeliat karena merasa kepanasan dengan berbagai peristiwa, isu, dan wacana yang sedang mengemuka. Beberapa peristiwa yang membuat mereka merapatkan barisan kembali adalah peristiwa pembantaian muslim Rohingya di Myanmar. Di negara pejuang HAM Suu Kyi yang mendapat nobel perdamaian itu, tragedi tersebut bisa terjadi, bahkan terkesan ditutup-tutupi, dan sekarang publik dunia menantikan teriakkan lantang dari aktivis tersebut seperti saat memperjuangkan demokrasi di negara anggota ASEAN tersebut yang tak kunjung terdengar. Apalagi Bapak Presiden Susilo Bambang Yudhoyono adalah ketua ASEAN. Tak pelak mahasiswa pun hari ini (jumat, 3/8/12) turun ke jalan menyuarakan bahwa ini adalah tanggung jawab bersama seluruh manusia yang saudaranya sedang merasakan ketidakadilan sosial. Ini pun bukan masalah keagamaan, karena tak ada ajaran agama manapun yang mengajarkan kekerasan kepada pemeluk agama lain. Di tempat lain, hari ini (jumat, 3/8/12) organisasi gerakan mahasiswa KAMMI Daerah bogor bergerak menuju Tugu Kujang untuk melakukan aksi simpatik berupa penggalangan dana untuk membantu muslim Rohingya dari segi financial.
# Save Pemilihan Rektor IPB
Tak kalah semangatnya hari ini di depan Kantor MWA IPB dibawah koordinator BEM KM IPB melakukan aksi damai terkait mekanisme pemilihan Rektor yang haruslah terbuka dan melibatkan unsur mahasiswa. Ini penting karena mahasiswa lah yang akan merasakan kinerja dari hasil pemilihan Rektor yang akan dilaksanakan di bulan November 2012. Lagi-lagi ini adalah jalan terakhir, setelah sebelumnya mahasiswa IPB melakukan berbagai upaya diplomasi. Output-nya adalah hasil pleno yang dilakukan MWA IPB dengan voting 10:7 berkesimpulan ada PEMIRA Rektor dan mahasiswa dilibatkan.
Itulah sedikit upaya dari mahasiswa yang memilih turut serta berjuang di jalanan yang terkadang menjadi bulan-bulannan berbagai komentator, di kambing hitam kan atas macetnya lalu lintas, dituduh tidak berkarya. Padahal itulah karya nyata mereka, telah jelas riil secara kasat mata. Tak perlu menunggu hasil penelitian selesai, karya tulis ilmiah dipublikasikan media cetak maupun elektronik, atau menanti datangnya Pekan Kreativitas Mahasiswa Gagasan Tertulis kembali digelar. Jelas itu sebuah karya nyata mereka yang mengajak bergerak, membuka mata, dan hati untuk bersama-sama dalam kebaikkan sekaligus mencegah suatu ketidakadilan.
Semoga tulisan ini bermanfaat.

“Kalau mampu lawan dan cegahlah ketidakadilan, atau kalau tak mampu lebih baik banyak-banyaklah berbuat kebaikkan, kalau tak mampu keduanya jangan cegah lah orang untuk melakukan suatu kebaikkan”

Tidak ada komentar: